Iklan

Quarter Life Crisis? Just Suck It Up!


Menginjak umur ke-24, aku sering ngerasa sampah banget. Sampah banget pokoknya. Kenapa? Karena selain belum menamatkan S1 di umur yang hampir seperempat abad ini, aku juga ngerasa masih belum bisa membahagiakan orang tuaku saat temen-temenku yang lain udah bisa bikin orang tua mereka bangga dengan prestasi mereka.

Quarter life crisis rasanya udah mulai mengendap. Merasa belum dewasa di berbagai aspek pun juga aku rasakan. Secara kemandirian, 90% masih bergantung banget sama bapak ibu di rumah. Pendidikan sarjana pun belum tamat karena terlalu banyak alasan yang bertele-tele untuk menunda mengerjakan skripsi, termasuk ngeblog ini sih sebenernya. 

Kalau liat di timeline, temen-temen udah pada lanjut S2 ke Eropa, Australia, Amerika, dan negara-negara hokya lainnya. Ada juga yang udah berkeluarga dan gemar update kegiatan bersama sang buah hati. Banyak yang udah kerja di perusahaan A, B, C yang ternama di luar kota dengan gaji yang bisa disisihkan ke rekening untuk nyicil beli rumah atau naik haji bersama orangtua.

Baca juga: Menginjak Angka 24

Apakah nasibku bakal gini-gini aja? Rasanya kayak waktu tuh berhenti di umur 22 dan tahun-tahun berikutnya bener-bener jadi periode yang complicated. Dua tahun terakhir adalah periode yang nggak berjalan sesuai ekspektasiku. Bener-bener sedih rasanya. Nggak jarang aku lebih milih di rumah aja dan nggak keluar karena malu. Malu belum seperti teman-teman yang lain yang udah lebih dulu sukses di berbagai bidang.

Tapi apakah aku akan terus-menerus meratapi nasib? Apakah hanya dengan membandingkan potensiku dengan potensi orang lain akan menyelesaikan masalahku?

Aku rasa jawabannya adalah tidak.

Membandingkan apa yang aku punya dengan apa yang orang lain punya sepertinya sah-sah aja sih. Tapi kalau hal ini aku lakukan terus tanpa adanya perbaikan dan motivasi untuk lebih maju di dalam diriku, nggak ada gunanya sih. Lagi pula kita semua nggak sama. Buat apa iri sama kehidupan orang lain? Mungkin mereka terlihat sukses di mata kita karena mereka punya apa yang kita inginkan. Contohnya, sukses dalam opiniku adalah udah lulus kuliah, bisa lanjut kuliah lagi dengan beasiswa, atau kerja di perusahaan ternama dan bisa jalan-jalan serta makan mewah saat akhir pekan datang.

Well, is that enough? Yakin banget kalau itu sukses yang sebenernya? Jangan-jangan cuma cover aja buat nutupin struggle yang nggak kalah complicated di belakangnya. Bisa jadi saat mereka memperhatikan kita, diam-diam mereka juga merasa iri dengan kita. Hal kayak gini nggak akan berhenti dan nggak akan membawa kebaikan kalau ujung-ujungnya cuma bikin depresi.

Baca juga:  It's Alright

Mungkin hari ini kita masih berkutat dengan yang itu-itu aja, just suck it up. Orang-orang nggak bisa paham dengan keadaan kita yang seperti ini, just suck it up. Banyak yang menuntut kita untuk melakukan ini itu yang belum jadi rejeki kita, just suck it up. Semua ada solusi, waktu, dan jawabannya sendiri. Tinggal gimana usaha kita. Mau maju? Belajar lebih banyak, terapkan lebih giat. Mau stuck terus? Nggak usah melakukan apa-apa.

Simpel to? Kayak gitu kok diambil pusing, lho. toyor kepala sendiri

Tulisan ini pada dasarnya aku lakukan untuk diriku sendiri. Aku suka kebanyakan pikiran dan pada akhirnya aku menemukan jawabannya setelah aku tulis panjang lebar. Hihihi. Syukur kalau temen-temen yang baca tulisan ini juga jadi lebih semangat dan kembali bangkit dari keterpurukan. Semoga setelah ini kita jadi makin termotivasi dan nggak gampang iri dengan orang lain.
Kita semua berbeda dan kita semua berharga. Jangan sia-siakan potensi yang ada karena suatu hari nanti kesuksesan itu akan jadi milik kita
Keep motivated and see you on the next post!

0 Response to "Quarter Life Crisis? Just Suck It Up!"

Posting Komentar

loading...