Iklan

5 Hal Receh yang Jadi Problematika Generasi Milenial di Dunia Maya (Part 2)

Happy mid-week everybody!

Buat kamu yang udah sering baca blogku, masih inget nggak postinganku bulan lalu yang membahas tentang 5 hal receh yang jadi problematika generasi milenial di dunia maya? Reaksi para pembaca terhadap postingan itu bermacam-macam. Kebanyakan udah merasakan sendiri masalah-masalah sepele yang biasanya kejadian di awal perkenalan dengan dunia media sosial. Bahkan walaupun udah lama srawungan di media sosial, ada aja masalah yang masih kejadian.

Nah, kali ini saya akan bahas 5 problematika lain yang sering dialami generasi milenial saat ini. To be remembered, postingan ini murni pendapat saya. Semua poin yang saya jabarkan murni dari kacamata pengalaman saya dan merupakan refleksi dari apa yang terjadi pada saya.



Apa aja sih 5 problematika generasi milenial di dunia maya yang lain?

1. Rela melakukan apa saja demi foto yang instragramable

Siapa yang belum pernah kayak gini? Sini tak tepuk tanganin dulu *slow clap*

Kalau kamu belum pernah melakukan hal ini, saya salut. Artinya kamu termasuk orang yang tahu diri dan anti-mainstream. Sejak maraknya media sosial, banyak orang yang pergi ke tempat-tempat "hits" untuk sekedar update foto/check-in tanpa benar-benar menikmati nuansa dan atmosfir di sana. Mereka rela melakukan apa aja demi foto yang instagramable. Ada yang rela berdesak-desakan, ada juga yang sampe nggak peduli aturan dan akhirnya merusak tempat "hits" itu.

Suatu hari pernah ada seorang teman Plurk yang bikin status tentang kafe pinggir sawah di Malang yang tempatnya "hits" banget di instagram. Dia terpaksa pergi  karena diajak temannya. Sebenarnya dia males, mengingat waktu itu bertepatan dengan weekend.

Bener aja firasatnya. Tempat itu RUWAME BUWANGET. Kebayang nggak sih berdesak-desakan di kafe yang nggak seberapa besar, sampe pas mau order makanan aja waiternya bilang, "Maaf, udah habis Mbak". Segitunya banget?


https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/56/d1/da/56d1da3fd82a211888e3c4f42aea8039.jpg
Really, people?

Selain rela berdesak-desakan, ada juga yang nggak peduli aturan demi cap "anak hits" dan merusak tempat yang instagramable itu. Masih inget kasus taman bunga di Wonosari? Baru beberapa hari dibuka untuk umum, tempat itu langsung diserbu "anak hits". Saking terobsesinya jadi anak hits, mereka nggak peduli saat menginjak bahkan duduk di barisan bunga-bunga yang merekah indah.

Kebun Bunga Puspa Patuk Amarilis di Patuk, Gunungkidul, yang rusak dalam beberapa hari setelah heboh di media sosial (source)

KZL W YAQIN.

2. Kamera depan jelek? Mood bubar jalan.

"Eh selfie yuk!"
"Yuk"
*buka kamera depan*
"Yah, kok keliatan burem? Sini pake kamera depanmu aja yang bagus"
"Yah, bateraiku abis..."
"Ih, nyebelin. Bete ah."

Waduh, susah juga ya kalau mood jadi bubar jalan karena kamera depan yang jelek. Front camera feels like everything sih saat ini. Kenapa? It makes us looks cuter and slimmer. LOL. Kamera depan juga lebih gampang cekrak cekrek tanpa harus ribet minta tolong orang lain.

https://media.giphy.com/media/12T4cSehryPEFa/giphy.gif
Cekrak-cekrek pake hape jadul

Sadar nggak sadar, kamera depan adalah fitur yang jadi pertimbangan utama kita saat membeli smartphone baru. Iya atau iya? HAHAHA. Secara nggak sadar juga, mindset ini tertanam dari iklan-iklan smartphone yang menawarkan kamera depan sebagai fitur andalannya.

3. BBM di-delcon? Kalau mau ngajak musuhan nggak usah nanggung-nanggung!

Musuhan sama orang karena kontak BBM dihapus (deleted contact)? Itu yang saya alami sendiri. HAAAHAHAHAHAHAHAHA.


Maaf, itu ketawa malu.

Saya pernah nyinyir orang yang update tweet, "Kalo mau ngajak musuhan gosah nanggung-nanggung!" setelah tahu BBMya di-delcon sama oranga lain. Sampai suatu hari, hal itu terjadi pada diri saya sendiri. Nggak tahu kenapa kok kontak saya dihapus. Saya cuma bisa menebak-nebak kenapa kok kontak saya sampe dihapus. Tapi dari situ saya sebel banget sampe pada akhirnya saya unfriend semua pertemanan dengan ybs di media sosial.

PARAH BANGET NGGAK SIH WOY.


 https://media1.popsugar-assets.com/files/thumbor/71NNRYQsiiGkGOxSvjfFEHniP9o/fit-in/1024x1024/filters:format_auto-!!-:strip_icc-!!-/2014/04/08/924/n/1922283/270798262c0ff3a9_9137_c3ec/i/Im-surprised-her-eyes-dont-get-stuck-looking-up-here.gif
Aduh, nggak tahan deh kalau inget-inget lagi

Memang ada kalanya kita harus terpaksa menelan ludah sendiri. Saat itu terjadi, rasanya pahit banget. Setelah saya renungkan lagi, perilaku saya bener-bener nggak dewasa. Saya seharusnya tanya ke orang itu dulu alasannya ngehapus kontak saya. Mungkin dari situ, saya bisa tahu dan introspeksi diri. Tapi, saya sudah terlanjur early judging dan pada akhirnya putuslah tali silaturahmi hanya karena hal sepele seperti ini.

Kalau kamu pernah melakukan khilaf yang sama, berpikirlah lebih jernih sebelum bertindak.

4. Sibuk dengan gadget sampe lupa bersosialisasi di dunia nyata

Pernah ketemu segerombolan orang yang gaduh sekali di tempat hits cuma buat foto-foto? Begitu selesai, suasana langsung sepi. Mereka pulang? Nggak. Mereka sibuk dengan smartphone masing-masing, memanfaatkan koneksi nirkabel dulu untuk update foto tanpa ngobrol satu sama lain.

Mungkin hal ini sering terjadi pada kita yang sudah terlanjur asyik jumlah "like" dan "comment" yang jadi parameter kesuksesan di media sosial. Hal ini pula yang bikin kita lupa dengan kehidupan kita yang sebenarnya.


https://media.giphy.com/media/AAtGWPk8GOYes/giphy.gif
Seems not what it seems...

Apa yang ada di media sosial adalah "hal baik" yang diperlihatkan dari sudut tertentu. Di belakangnya, kita nggak pernah tahu apa yang terjadi. Kita tahunya orang lain cuma senang-senang saja, sehingga kita nggak merasa ada "sesuatu" yang terjadi di sisi lain. Tiba-tiba dia melakukan sesuatu di luar nalar yang bikin kita semua bertanya dalam hati, "Kok bisa gitu? Kayanya dia selama ini fine  aja".

Media sosial ternyata tidak hanya mendekatkan yang jauh, tapi juga bisa menjauhkan yang dekat. Semu banget, kan?

5. Baterai gadget dan paket data habis? BENCANA!

Ini termasuk bencana kecil kalau buat saya. Entah saya yang sudah terlalu medewakan barang-barang tersebut atau bagaimana, tapi yang jelas kerjaan saya semuanya ada di situ. Menjadi freelancer dengan klien yang kebanyakan ada di luar kota membuat saya terpaksa harus siaga 24/7 untuk berkomunikasi dengan mereka. Kesempatan bisa hilang kalau ada tawaran tapi nggak langsung direspon. Sedih, kan?


Kalau kita pekerja milenial, memang ada baiknya kalau kita "set" waktu sendiri untuk bekerja. Saya ingin biasakan untuk tidak terobsesi 24/7 harus mantengin smartphone terus. Sampai saat ini saya masih belum menemukan pola kerja yang tepat. Ini karena saya juga mahasiswa akhir yang lebih memprioritaskan skripsi daripada pekerjaan. Mugkin saya harus mulai biasakan untuk ikhlas kalau ada suatu pekerjaan yang "lepas" karena slow-respon. Berarti kerjaan itu belum rejeki saya dan saya bisa lebih optimis menjemput rejeki-rejeki yang lain.

http://gifs.unwiredcouch.com/gossip-girl/gossip-girl-blair-sunglasses.gif
Yak, fokus!

Dari kelima poin di atas, saya sadar bahwa masalah-masalah sepele ini bisa jadi masalah yang serius. Social media and techlonogy often consume ourselves in any way. Tentunya ini akan terjadi saat kita tidak bisa menyikapinya dengan bijaksana. Siapa yang paling rugi? Jelas diri kita sendiri.

Oleh karena itu, mulai saat ini mari kita mulai jadi milenial yang bermanfaat. Manfaatkan media sosial dan teknologi untuk kebaikan. Jangan sampai waktu kita terbuang percuma untuk mengurusi hal-hal yang nirfaedah. Semoga kita semua makin cerdas dan bijaksana, ya! See you on the next post!

0 Response to "5 Hal Receh yang Jadi Problematika Generasi Milenial di Dunia Maya (Part 2)"

Posting Komentar

loading...