Iklan

d'Youthizen Jogja: Netizen Muda Bukan Generasi Wacana!

Bonjour!

Halooo semuanya! Apa kabar? Udah move on dari weekend kemarin atau masih pengen males-malesan karena masih kangen weekend? Kalau saya, terus terang susah move on dari weekend kemarin. Udah lama banget rasanya saya nggak menghabiskan waktu weekend dengan kegiatan yang bermanfaat sekaligus menyenangkan.

Ada acara apa sih emangnya?

Ketahuan yaaa dari judulnya. Minggu lalu, tepatnya hari Sabtu tanggal 25 Februari 2017, detik.com dateng ke Jogja untuk mengajak anak muda berpartisipasi di d'Youthizen. Acara ini aku pikir bakal kayak seminar biasa. Ternyata beda banget! Ini bukan sekedar seminar. d'Youthizen adalah sebuah misi untuk anak muda yang ingin bergerak nyata untuk masyarakat di sekitarnya. It is a call to action!

Para pembicara di d'Youthizen Jogja

Bertempat di Grand Tjokro Hotel Yogyakarta, para anak muda Jogja sudah berkumpul di lokasi d'Youthizen mulai sekitar pukul 08.00. Walau acaranya baru dimulai 10.00, antusiasme para partisipan masih sangat kuat. Masuk ke dalam venue d'Youthizen, peserta langsung disambut dengan alunan merdu dari Seven Soul.

Seven Soul on d'Youthizen Jogja (source)

Setelah menikmati hiburan dari Seven Soul, Mas Londo selaku MC mengundang Mbak Iin Sumiyanti selaku pimpinan redaksi dari detik.com untuk naik ke atas panggung dan berdiskusi langsung bersama dengan para peserta d'Youthizen. Dalam sesi diskusi pertama dengan Mbak Iin, para anak muda yang sudah memenuhi venue d'Youthizen diajak untuk mengenal lebih dalam seputar media digital, khususnya detik.com.

Fungsi dan Manfaat dari Media Digital

Dalam diskusi di sesi pertama, Mbak Iin memberikan penjelasan ringkas seputar fungsi dan manfaat media digital untuk masyarakat. Dalam UU Pers, ada 4 poin fungsi yang dijalankan media digital. 4 fungsi tersebut yaitu:

1. Infomasi
Media digital seperti detik.com harus menyampaikan informasi berupa berita-berita yang sudah terverifikasi dan mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak. Prinsip detik.com sendiri adalah menginformasikan berita kepada masyarakat pada detik itu juga secara akurat.

2. Hiburan
Buat kamu yang suka berita-berita hiburan, detik.com juga menyajikannya di hot.detik.com yang berisi berbagai informasi dari dunia entertainment. Mulai dari gosip sampai info seputar musik, film, dan kegiatan seni budaya lainnya tersedia di sana.  

3. Edukasi 
Fungsi edukasi dari media digital dicontohkan oleh Mbak Iin dengan sajian berita-berita positif seperti kabar baik mengenai komunitas-komunitas yang menggerakan semangat anak muda. Highlight kabar-kabar seperti inilah yang bisa menjadi sarana edukasi bagi anak muda, sehingga mampu menumbuhkan optimisme di kalangannya.

4. Kontrol Sosial
Pernah denger istilah HOAX? Kalau pernah, harusnya tahu dong tentang Gerakan Hantam Hoax. Nah, detik.com sendiri punya suatu forum yang menampung berita-berita di media online untuk diverifikasi yaitu "Hoax or Not". Proses verifikasinya berupa konfirmasi langsung dari narasumber terpercaya. Dari gerakan ini, Pemerintah Bandung di bawah pimpinan Ridwan Kamil pun mengadakan gerakan yang sama berupa "Bandung Hantam Hoax" yang mengajak masyarakat untuk memerangi hoax.



Diskusi dan tanya jawab di sesi pertama bersama Mbak Iin (source)

Dari sesi pertama bersama Mbak Iin, para peserta jadi mengerti bagaimana pengelolaan informasi dari media digital saat ini. Dengan bebasnya informasi yang tersebar di media online, netizen pun harus semakin kritis dalam menanggapi berbagai pemberitaan agar tidak "termakan" HOAX. Caranya? Ya banyak baca dan diskusi hal-hal yang bermanfaat. Jangan cuma buka medsos buat nyebarin broadcast message aja 😜
Menjadi Pemuda yang Bergerak Nyata!

Sesi pertama sudah selesai, lanjut ke sesi kedua dengan pembicara yang nggak kalah keren. Ada Kak Timi (@AlfatihTimur) dari kitabisa.com dan Kak Melanie Subono (@MelanieSubono) dari rumahharapan.id yang berbagi cerita serta mengajak anak muda Jogja untuk menjadi sebuah perubahan.


Sesi kedua bersama Alfatih Timur dan Melanie Subono (source)

Dalam sesi kedua ini, Kak Timi berbagi sedikit ceritanya saat memulai kitabisa.com. Di awal sesi kedua, Kak Timi membuka dengan quote galau yang suka di-share netizen di media sosial, yaitu "Apalah gue ini, cuma remah-remah rempeyek". Quote ini membuktikan bahwa masih banyak netizen, utamanya anak muda, yang masih pesimis tentang kemampuannya. Mereka pikir untuk berkontribusi nyata ke masyarakat tuh butuh sesuatu yang besar dan WOW.

Pernyataan dari Kak Timi diperkuat dengan statement dari Kak Melanie yang bilang kalau berkontribusi nyata untuk masyarakat itu nggak perlu muluk-muluk. Nggak usah deh sampe yang ketinggian banget kalau masih mau mulai. Lebih baik dari hal-hal kecil seperti membantu kerabat atau orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan. Nggak ada istilah "cuma" melakukan kontribusi kecil atau besar. Bagi Kak Melanie, hanya ada 2 tipe manusia: yang mau melakukan atau nggak mau melakukan sama sekali.

"Jangan pernah berharap perubahan, tapi jadilah perubahan itu sendiri" - Melanie Subono
Pemuda-pemuda Jogja yang Anti Wacana

Berlanjut ke sesi ketiga, ada 2 pemuda asal Jogja yang merupakan penggerak suatu komunitas. Ada Mas Arditya dari Komunitas Jogja Nyah Nyoh dan Bekti dari Komunitas Jogja Garuk Sampah. Hmmm, apa sih kegiatan dari 2 komunitas dengan nama yang agak nyleneh ini?

Walaupun nama dari komunitasnya terkesan nyleneh, tapi kegiatan yang mereka lakukan di komunitas masing-masing sangat serius. Komunitas Jogja Nyah Nyoh (JNN) adalah suatu komunitas yang membantu masyarakat suntuk memperbaiki jalan-jalan sekitarnya yang berlubang. Mereka mengantisipasi adanya korban kecelakaan dari lubang-lubang jalanan tersebut dengan cara menambal jalan.

Nah kalau Komunitas Jogja Garuk Sampah (JGS) beda lagi. Dari namanya udah ketahuan kalau komunitas ini pasti suka garuk sampah. Kenapa garuk? Garuk sendiri dari "garukan" yang orang Jogja biasa artikan dengan pembersihan pedagang kaki lima yang berjualan sembarangan. JGS ngajak anak muda Jogja untuk ikut bebersih lingkungan, mulai dari sampah organik sampe non-organik macem poster-poster yang suka ditempel sembarangan di tembok-tembok warga.

 Mas Arditya dan Bekti dari Jogja Nyah Nyoh dan Jogja Garuk Sampah (source)

Menjadi orang baik bukan berarti dukungan akan datang terus dari berbagai pihak. Dalam kasus Mas Arditya, ternyata ada pihak yang sempat membawanya ke jalur hukum karena komunitasnya dianggap melecehkan institusi pemerintah. Untungnya kasus ini sudah selesai dan JNN tetap berjalan.

Bekti sebagai inisiator dari JGS punya cerita lain yang nggak kalah menarik. JGS pernah melakukan pembersihan poster-poster maupun baliho event-event atau promosi produk yang ada di Jogja. Saat semuanya terkumpul, ternyata jumlahnya melebihi jumlah yang biasa didapatkan Satpol PP dalam sehari. Keren banget!

By the way, Bekti masih kelas 3 SMA dan hampir menempuh Ujian Nasional lho. MUDA BANGET COY. Kita doakan supaya dia bisa lulus dan masuk ke perguruan tinggi yang dia inginkan yaaa. Semoga ada pihak yang memberi dia beasiswa juga 😊

Menggerakan Semangat Anak Muda Melalui Startup Digital

Hari pertama d'Youthizen Jogja diakhiri dengan sesi diskusi bersama Yensen "Handsome" Kamto. Siapa sih dia, kok ngaku-ngaku ganteng segala? HAHAHA. Eh, jangan salah yaaa. Koh Yensen ini bukanlah pemuda yang cuma ngaku ganteng doang. Dia adalah CEO dari KIBAR. Apa itu KIBAR? 

"KIBAR is a tech-startup ecosystem builder. We produce, mentor, and nurture startups through startup management, tech incubator, and innovation hubs" - kibar.id
Jadi intinya kibar itu membantu para pemuda anti wacana yang pengen bikin startup. KIBAR sebagai perusahaan dari Indonesia juga udah "menelurkan" startup di negara-negara lain. Koh Yensen yang jadi inisiatornya udah bolak-balik ke Silicon Valley demi melancarkan visi dan misinya. Cita-citanya adalah mewujudkan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital di Indonesia. Tentunya harus dibarengi dengan kerja keras pemuda-pemuda Indonesia yang nggak cuma pintar, tapi juga baik hati.

Jadi startupnya barokah gitu.

 Yensen "Handsome" Kamto, CEO of KIBAR (source)

Okay, back to topic. Dalam sesi terakhir bersama Koh Yensen, dia mengungkapkan data bahwa Indonesia yang masyarakatnya BUWANYAK BANGET ini ternyata masih berperan sebagai "market". Sedangkan kalau maju, harusnya Indonesia nggak cuma jadi "market" tapi juga jadi "player". Kalau nggak gitu, ya Indonesia bakal "getting played" terus sama "player-player" dari luar. 

"Pengusaha itu berusaha. Pengemis itu mengemis. Kalau kalian pengen jadi pengusaha, jadilah pengusaha yang tangannya di atas, bukan di bawah" - Yensen Kamto

Dari seluruh sesi diskusi dan tanya jawab, saya bisa lihat bahwa Indonesia masih punya harapan untuk terus maju. Saya sempat pesimis dan lelah banget sama pemberitaan negatif di media online. Kalau nggak ngomongin anu, ya inu. Ah, njelei. Rasanya mau optimis tuh juga kadang percuma. Tapi, mindset saya laangsung kembali "lurus" setelah mengikuti rangkaian acara dari d'Youthizen minggu lalu.

Makin seneng lagi karena saya jadi salah satu pemenang voucher MAP dari detik.com. Iseng-iseng menuhin Instagram, eh menang. Alhamdulillaaaah 😂


Merem di panggung. Mengapa oh mengapa~ (source)

Overall, this event was great! Saya cuma ikut hari pertama dan skip hari kedua karena perlu menyelesaikan suatu kewajiban di hari Minggu. Saya seneng banget bisa dapet kesempatan untuk dateng ke d'Youthizen karena bisa belajar langsung dari the experts. It's motivating me to do and to be better. Semoga saya dan juga teman-teman generasi penerus bangsa lainnya bukanlah generasi wacana yaaa~


Dari cerita-cerita inspiratif di atas, mana yang menurutmu paling menarik dan juga memotivasimu? Silahkan kasih komentarmu dan jangan lupa untuk share kalau artikel ini bermanfaat, ya! See you on the next post!  

0 Response to "d'Youthizen Jogja: Netizen Muda Bukan Generasi Wacana!"

Posting Komentar

loading...