Bonsoir!
Ah, weekend is finally here again. Time to chill and relax after a long weekdays. Bagaimana dengan kalian? Apakah minggu ini terasa sangat hectic atau malah lebih selo daripada minggu-minggu sebelumnya? Mungkin ada yang memanfaatkan libur Pilkada untuk ambil cuti? Kalau yang itu sih udah jelas lebih selo daripada yang masih berkutat dengan kerjaan kantor ya.
But there's one thing who never takes holiday in this world. I'm not talking about God, okay? Can you guess it?
Saya bocorin jawabannya deh. Jawabannya adalah media sosial. Kapan sih media sosial pernah istirahat? Nggak pernah. Pasti adaaa aja update-nya setiap waktu. Apalagi untuk yang follow macam-macam akun dari berbagai belahan dunia. Pas jamnya begadang pun timeline pasti tetep rame.
Bicara tentang media sosial, banyak banget tipe manusia yang memanfaatkan teknologi satu ini. Mereka yang akrab dan dekat dengan media sosial biasa disebut sebagai "Generasi Milenial". Generasi milenial ini nggak pandang umur. Kalau kamu aktif di media sosial, baik yang cuma punya facebook dan whatsapp sampai yang benar-benar punya berbagai aplikasi media sosial seperti facebook, twitter, instagram, pinterest, dan lain-lain di dalam smartphone, kamu layak disebut sebagai generasi milenial.
Baca juga: 5 Favorite Pins on My Pinterest
Nah, bahasan postingan kali ini enteng sih. Kita cuma akan rasan-rasan lucu atau ngomongin hal remeh di sini. Hal remeh yang pasti ada deh di sekitar kita terkait dengan problematika generasi milenial di dunia maya. Kan banyak tuh yang remeh-remeh tapi lucu sampai bikin sebel. Apa aja sih hal-hal remeh yang biasa ada di kalangan generasi milenial saat berselancar di dunia maya?
1. Nggak folback = sombong!
Pernah nggak dikejar-kejar buat follow balik padahal rasanya sungguh enggan untuk follow? Saya beberapa mengalami hal ini. Bahkan pernah sampai orang yang follow saya beberapa kali nyinyir di media sosialnya karena saya nggak kunjung follow balik dia. Padahal nggak kenal! 😂
Saya, terus terang, pernah seperti ini. Saya bahkan sampai ngambek saat nggak difollow balik. Lalu suatu hari saya baca tweet dari Pandji yang intinya bilang kalau daripada kita minta follow balik, lebih baik kita perbanyak interaksi dengan orang yang kita follow dan perbanyak share informasi-informasi yang bermanfaat. Orang pasti notice kita dan follow balik dengan sendirinya kalau memang minatnya sama. Kalau nggak, ya nggak masalah.
Jadi, maaf mas/mbak/pak/bu, bukan sombong. Preference orang tentang pemanfaatan media sosial itu beda-beda. Saya biasanya follow akun dari teman-teman yang saya kenal atau akun orang-orang yang menyediakan informasi bermanfaat yang saya butuhkan. Selain itu, mohon maaf sekali saya agak susah untuk dipaksa follow.
2. Kepo adalah tindakan kriminal.
Di media sosial, banyak sekali fitur yang membuat kita "tertangkap" sedang melihat informasi akun-akun yang tersebar di sana. Sebagai contoh, kalau jaman dulu ada di Friendster. Sekarang ada fitur seen di Path atau Insta Story. Kalau akun kita dibuka secara public, dapat dipastikan orang asing yang tidak kita kenal pun bisa melihat isi dan informasi dari akun kita.
Permasalahannya, kepo sekarang terlihat seolah-olah seperti tindakan kriminal. Padahal, misal, kita nggak sengaja nge-like tweet orang 3 tahun yang lalu. Atau iseng-iseng nonton Insta Story seseorang yang pernah punya masalah sama kita.
Pernah kejadian, saya dimaki habis-habisan oleh orang yang dulu pernah ngelabrak saya lewat telepon hanya karena temannya pernah punya masalah sama saya. Basically, nggak kenal sama sekali, kan? Tapi karena saya ketahuan lihat Insta Story-nya, saya dilabrak lagi lewat nyinyiran dahsyat di Insta Story dia. Parahnya, saya sampai dianggap masih punya masalah dengan temannya sampai temannya wasap saya untuk mengonfirmasi kenapa kok saya "kepo" Insta Story dia 😂
Memang selo sih kelakuan kepo itu, saya akui. Liat Insta Story tuh berapa detik sih? Tapi apakah penting banget buat diurusin sampai marah-marah begitu?
Gini, kepo ini terlihat seperti tindakan kriminal karena kita merasa insecure kalau data atau isi dari media sosial kita disalahgunakan? Iya apa iya? Kalau nggak insecure, ngapain coba sampai sensi begitu? Kalau insecure, lebih baik di-hide atau block aja sekalian. Kalau nanggepin, ya sama aja dong kita udah kepancing sama tindakannya 😂
3. Foto liburan sesekali, dibilang "Jalan-jalan teroooos!"
Buat para traveller, kadang agak "Heh?" kalau ada yang bilang begini ke mereka. "Lhah ini kan kerjaan gue?" begitu tanggapannya. Ya gimana dong kalau memang itu bagian dari mata pencahariannya, masak tega sih bilang buat nggak jalan-jalan terus dan coba cari kerjaan yang lebih "pasti". Apa sih kerjaan yang "pasti" tuh? PNS? Yakalik qaq.
4. Jarang foto sama pacar? Hmm, mau putus nih...
Pasang foto mesra dengan pacar identik dengan opini bahwa kita memang mesra dengan pacar. Sebaliknya, kalau sudah jarang bahkan sempat hapus-hapus foto dengan pacar, pasti ada masalah.
Hey, hey, hey, tahu apa siiih kita sama hubungan orang lain? Luarnya bisa aja keliatan mesra. Tuh lihat Awkarin sama Gaga dulu kayak gimana. Mesra banget kan? Eh, ternyata, mung mak plekenyik bubar jalan.
Saya sendiri sudah mulai jarang upload foto dengan pacar. Sesekali aja sih, nggak sampai setiap saat. Tapi saat saya nggak upload, bukannya nggak bahagia, tapi malah justru sebaliknya. Saya sudah merasa nyaman dan nggak insecure dengan hubungan bersama pacar. Banyak orang yang mungkin juga mengalami hal ini. Saking nyamannya sampai males "pencitraan" dengan upload di media sosial. Lha ngapain? Upload nggak upload sama aja kok 😜
5. Klik share dan komentar suatu artikel HANYA berdasar judul dan caption
Wahai netjien yang budiman, tolong ya, tolong, tolong bangeeeeeeeeeeeet dikurangin yang begini nih. Masa-masa tsunami informasi kayak gini nih, harusnya kita makin rajin buat cari tahu lebih banyak dan lebih selektif dalam memilah dan memilih informasi. Salah banget saat kita males dan hanya ikutan share serta komentar HANYA berdasarkan judul dan caption aja. Dulu mah biasa orang-orang bikin web dan cari pageview dengan cara haram dengan ngisi konten-konten porno. Sekarang cara haramnya lebih dahsyat, yaitu dengan kasih informasi-informasi heboh nan mencengangkan tapi HOAX.
"Lha, yang punya artikel kalau ngasih judul nggak sesuai isinya"
Ya terus apa itu yang jadi excuse kamu untuk seenaknya nge-share? Sekarang emang udah banyak artikel dengan click bait yang lucu-lucu gemesin tur kemampleng. Kalau udah tahu, harusnya sih makin selektif. Jangan malah asal komentar atau nge-share tanpa baca isinya. Parah coi.
Baca juga: 411 ke 911: Rasisme Tak Berkesudahan
Gimana? Dari kelima hal tersebut, ada nggak yang pernah kamu alami? Mungkin kamu pernah lihat orang lain berbuat seperti itu atau kamu yang melakukannya? Well, mungkin juga ini waktunya untuk kita introspeksi diri. Kalau suka khilaf, ya maklum, namanya juga manusia milenial. Ngisi waktu luang untuk main media sosial tuh sah-sah aja kok. Kepo lucuk boleh, asal jangan lupa buat belajar hal-hal yang bermanfaat macem kepoin video-video TED Talks 😆
Remember, don't take too much things personally on social media. See you on the next post!
0 Response to "5 Hal Receh yang Jadi Problematika Generasi Milenial di Dunia Maya"
Posting Komentar